BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Tuesday, December 23, 2014

Hukum mengucapkan Selamat Natal๐ŸŽ…๐ŸŽ„

ISLAMIC NEWS CORNER

Rabu, 24 Desember 2014

♦๐Ÿ’ฅ✨ Hukum Memberi Ucapan "Selamat" kepada Orang Kafir, pada Hari Raya mereka ✨๐Ÿ’ฅ♦

๐Ÿ’ฅ Apa hukum memberikan ucapan "Selamat" kepada orang kafir pada hari raya mereka❓


♦ Memberi ucapan "Selamat" pada hari raya Natal atau lainnya dari hari raya keagamaan mereka, ulama sepakat mengharamkan hal tersebut

Hal itu dinukil oleh Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkam Ahlu Dzimmah’, beliau mengatakan: " Adapun memberi ucapan selamat dengan syiar khusus untuk orang kafir, hal itu disepakati keharamannya. 
Seperti memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka dengan mengucapkan "Hari raya yang diberkahi untuk anda".  Atau memberikan ucapan selamat dengan hari raya ini atau semisal itu. 
Hal ini, walaupun pelakunya selamat dari kekufuran, maka ia termasuk sesuatu yang diharamkan. 
Hal itu seperti kedudukannya dengan memberikan ucapan selamat dengan sujudnya kepada salib. 
Bahkan hal itu lebih besar dosanya disisi Allah dan lebih dimurkai dibandingkan memberi ucapan selamat untuk orang yang meminum khamr dan membunuh jiwa. Serta terjerumus dalam perbuatan asusila yang diharamkan dan semisalnya. 
Banyak di antara orang yang kurang penghargaan terhadap agama, terjerumus terhadap hal itu. tidak tahu kejelekan apa yang dilakukannya. 
Barangsiapa yang memberi ucapan "Selamat" kepada seorang hamba yang melakukan kemaksiatan, bid’ah dan kekufuran, maka dia terancam mendapatkan kemurkaan Allah Swt.

♦ Sesungguhnya memberi ucapan "Selamat" kepada orang kafir terhadap hari raya agama mereka itu diharamkan.

Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qayim. Karena itu berarti mengakui dan ridha dengan syiar kekufuran mereka, meskipun dia sendiri tidak rela dengan kekafiran itu. 
Seorang muslim diharamkan ridha dengan syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat dengannya atau lainnya.

Karena Allah Ta’ala tidak ridha akan hal itu sebagaimana dalam firman-Nya:

ุฅู† ุชูƒูุฑูˆุง ูุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุบู†ูŠ ุนู†ูƒู… ูˆู„ุง ูŠุฑุถู‰ ู„ุนุจุงุฏู‡ ุงู„ูƒูุฑ ูˆุฅู† ุชุดูƒุฑูˆุง ูŠุฑุถู‡ ู„ูƒู…

"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu." (QS. Az-Zumar: 7)

Dan Firman-Nya,

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3)

๐Ÿ’ฅ๐ŸŒŸMaka, memberikan ucapan "Selamat" itu HARAM, baik mereka ikut serta dalam perayaan maupun tidak.๐ŸŒŸ๐Ÿ’ฅ

♦ Kalau mereka memberikan ucapan "Selamat" kepada kita dengan hari raya mereka, maka kita tidak memberikan jawaban akan hal itu, karena itu bukan hari raya kita. Dan karena itu hari raya yang Allah tidak rela denganya. Juga karena hal itu adalah perkara yang diada-adakan dalam agama mereka, atau disyariatkan akan tetapi dihapus dengan agama Islam yang Allah utus Muhammad sallallahu alaihi wa sallam kepada seluruh makhluk.

Allah berfirman,

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."  (QS. Ali Imran: 85)

๐Ÿ’ฅ๐ŸŒŸMaka JAWABAN seorang muslim pada kesempatan semacam ini adalah haram. Hal ini bahkan lebih besar (dosanya) dibandingkan dengan mengucapkan selamat terhadap mereka di hari raya, karena hal itu termasuk ikut serta dengan mereka. ๐ŸŒŸ๐Ÿ’ฅ

♦ Begitu juga seorang muslim diharamkan menyerupai orang kafir dengan mengadakan perayaan seperti ini, atau saling memberi hadiah, membagikan kue, memasak makanan, libur kerja atau semisal itu.

Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam : 
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Iqtidha As-Syiratal Mustaqim Mukholafatul Ahlil Jahim’ mengatakan,

"Menyerupai mereka pada sebagian hari rayanya, melahirkan kegembiraan dalam hati terhadap kebatilan pada mereka. Kadang mereka memberi makanan untuk memanfaatkan  kesempatan dan merendahkan orang-orang lemah."

♦ Barangsiapa yang melakukan sesuatu dari hal itu, maka dia berdosa. Baik dia lakukan sekedar basa-basi, pertemanan, maupun malu sebab-sebab lain. 
Karena hal itu termasuk mudahanah (bermuka dua) dalam agama Allah, dan dapat menguatkan jiwa orang kafir serta rasa bangga kepada agama mereka.

Hanya Allah yang berkuasa memuliakan umat Islam terhadap agamanya, memberi kekuatan  untuk dapat konsisten, serta menolong kaum muslimin menghadapi musuh-musuhnya. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa.


๐Ÿ“กSumber: Majmu Fatawa Wa Rasail Syekh Ibnu Utsaimin, 3/369

Reposted by:
Divisi Tsaqafah Islamiyah PSDM ODOJ๐ŸŒท

INC / 01/23/12/2014/tsaqafahislamiyahodoj

Wednesday, December 17, 2014

Berwudhu dengan mengusap khuf

Tulisan lama....moga bermanfaat, khususnya di musim dingin....⛄️

Mengusap Khuf....

Dalam khazanah fiqih,mengusap khuf disebut dengan istilah‘mashul khuffain’   (ู…ุณุญ ุงู„ุฎููŠู†). Khuf itu sendiri adalah istilah bagi alas kaki atau tepatnya sepatu yang terbuat dari kulit dan menutup telapak kaki hingga mata kaki. Namun yang masuk dalam katagori khuf dalam masalah ini adalah semua alas kaki, terbuat dari apapun, yang menutup telapak kaki minimal hingga mata kaki.

Mengusap khuf termasuk keringanan (rukhshah) dalam syariat Islam bagi orang yang ingin berwudhu. Ketetapannya banyak ditunjukkan dalam hadits Rasulullah shallallahualaihi wa sallam dan beliau sendiri melakukannya. Bahkan Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, ada 70 shahabat yang meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah saw mengusap khufnya. 

Sebagian ulama menyatakan bahwa riwayat tentang mengusap khuf mencapai derajat mutawatir. Karena itu ulama Ahlusunnah sepakat menyatakan masyru’iyah (disyariatkan) nya mengusap khuf dalam berwudhu. Bertentangan dengan kaum Syiah, Ibadhiah dan khawarij yang mengingkarinya.

Karenanya, mengusap khuf, selain sebagai sebuah rukhshah(keringanan), diapun dapat dianggap sebagai upayaihya’ussunnah (menghidupkan sunah), khususnya di tengah masyarakat yang masih belum mengetahuinya.Keringanan mengusap khuf berlaku umum dan kapan saja selama syaratnya terpenuhi. Berlaku bagi laki dan perempuan, saat safar atau tidak, saat sakit atau tidak.

Diperdebatkan para ulama, mana yang lebih utama, mengusap khuf atau membasuh kaki seperti biasa. Hal tersebut dilihat kondisinya. Kalau ketika berwudu, kaki kita tanpa khuf(kaos kaki), seharusnya membasuh kaki. Tapi ketika berwudhu dalam keadaan mengenakan kaos kaki dan ketika memakainya dalam keadaan telah bersuci, maka sebaiknya mengusap khuf.

Sekedar catatan: Info dari seorang teman yang bekerja di sebuah perkantoran, dia merasa terbantu dengan syariat mengusap khuf, sebab di kantornya tidak ada tempat wudhu, sehingga ketika berwudhu di westafel dia tidak perlu membasuh kakinya, tapi cukup mengusap kaos kakinya yang dia pakai sejak di rumah setelah dia bersuci sempurna.

Terkait dengan kaos kaki yang dikenal dengan istilah jaurab(ุงู„ุฌูˆุฑุจ). Meskipun secara umum para ulama membolehkannya untuk diusap seperti khuf, akan tetapi  ada perbedaan pendapat di antara mereka tentang batasan kaos kaki yang boleh diusap. Namun pendapat yang cukup kuat adalah pendapat mazhab Hambali bahwa kaos kaki selama dia rapat hingga mata kaki dan dapat digunakan untuk berjalan, dalam arti tidak lepas jika digunakan untuk berjalan, maka dia dapat diusap dengan ketentuan hukum seperti mengusap khuf. 

Terdapat riwayat bahwa para shahabat mengusap kaos kaki mereka saat berwudhu pada masa shahabat tanpa ada yang menentangnya, sehingga hal tersebut dapat dikatakan ijmak.Mengusap khuf dibolehkan dengan empat syarat:

1- Memakai khuf dalam keadaan bersuci. Maksud bersuci disini adalah berwudhu lengkap hingga membasuh kaki. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam suatu saat berwudhu, ketika seorang sahabat hendak mencopot sepatunya agar dia membasuhnya, beliau melarangnya dan mengatakan bahwa dia memakainya dalam keadaan telah bersuci. Lalu beliau mengusap khufnya. (HR. Muslim)

Maka menurut para ulama, mengusap khuf tidak dibenarkan jika bersuci pertamanya dengan tayammum, karena tayammum adalah pengganti wudhu.

2- Khufnya dalam keadaan suci, bukan dari barang najis atau terkena sesuatu yang najis.

3- Bersucinya untuk menghilangkan hadats kecil. Adapun menghilangkan hadats besar, khuf harus dibuka.

4- Masih dalam waktu yang dibolehkan; yaitu sehari semalam bagi orang yang menetap, dan tiga hari tiga malam bagi musafir. Waktu mengusap ditentukan sejak pertama kali mengusap setelah batal dari wudhu pertama.

Prakteknya adalah sebagai berikut: Seseorang berwudhu dengan sempurna hingga membasuh kaki. Lalu dia memakai khufnya sebelum hadats. Kemudian apabila wudhunya batal, lalu dia berwudu, maka ketika sampai bagian membasuh kaki, dia cukup basahkan kedua telapak tangannya, lalu tangan kanan mengusap bagian atas kaki kanan dan tangan kiri mengusap bagian atas kaki kiri, sekali saja.

Batasan mengusap tidak ada ketentuan, sepanjang perbuatannya sudah dianggap mengusap maka dia dianggap mengusap. Lebih utama jika mengusap kaki kanan dan kirinya berbarengan, kalaupun mengusap kanan dahulu lalu kiri dahulu tidaklah mengapa. Bagian bawah kaki tidak diusap. Yang diusap hanya bagian atasnya saja.

Jika mencopot khufnya/kaos kakinya setelah mengusapnya, apakah wudhunya batal? Jumhur ulama berpendapat batal wudhunya, meskipun mereka berbeda pendapat, apakah cukup membasuh kakinya atau harus berwudhu dari awal. 

Akan tetapi ada sejumlah ulama yang menyatakan tidak batal wudhunya, hanya saja batal kebolehan mengusap khuf. Artinya kalau dia memakai khuf lagi, maka berikutnya dia tidak boleh mengusap khuf ketika berwudhu. Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Al-Majmu mengutip perkataan Ibnu Munzir yang mengatakan bahwa sejumlah tabiin berpendapat demikian dan beliau sendiri berkomentar, ‘Ini lebih dipilih dan lebih shahih’ meskipun mazhabnya berpendapat batal. Pendapat inipun dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan sejumlah ulama kontemporer seperti Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahumullah.

Bagaimana jika khuf atau kaos kakinya bolong? Selama bolongnya wajar dan dia masih layak dipakai dan masih dianggap sebagai khuf atau kaos kaki yang menutup hingga mata kaki, maka tidak mengapa. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa khuf yang dipakai pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam umumnya bolong karena digunakan ditempat keras dan panas. Disamping itu, tidak ada riwayat atau nash yang menetapkan syarat bahwa khufnya tidak boleh bolong.

Wallahua’lam.

Referensi:

1- Al-Majmu SyarahAl-Muhazzab, Imam An-Nawawi rahimahullah.

2- Al-Mughni, Ibnu Qudamahrahimahullah.

3- Al-Mausu’ah Al-FiqhiyyahAl-Kuwaitiyah, Wazarah Auqaf Wa Asy-Syuun Al-Islamiyah, Al-Kuwait.

4- Al-Fiqhul Islamy, DR.Wahbah Zuhaily hafizahullah.

5- Fatawa Syekh Bin Baz Fil Mash Alal Khuffain, Syekh Bin Baz rahimahullah.

6- Buhuts Wa Fatawa Fil Mash Alal Khuffain, Syekh Muhamma bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah.

7- Muhimmatul Masa’il Fil Mash Alal Khuffain, Syekh Sulaiman Al-‘Ulwan, hafizahullah.
__._,_.___
Posted by: abdullah haidir

Tuesday, December 2, 2014

Peran ayah dlm mendidik anak

“AYAH BISU”

Sebuah tulisan karya Sarah binti Halil bin Dakhilallah al-Muthiri yang ditulis untuk meraih gelar magister di Universitas Umm al-Quro, Mekah, Fakultas Pendidikan, Konsentrasi Pendidikan Islam dan Perbandingan, mungkin bisa menyemangati para ayah untuk rajin berdialog dengan anak-anaknya.

Judul tulisan ilmiah tersebut adalah:

“Dialog orangtua dengan anak dalam al-Qur’an al-Karim dan aplikasi pendidikannya”

Dari judulnya saja, sudah luar biasa. Dan memang luar biasa isinya.

Menurut tulisan ilmiah tersebut, terdapat 17 dialog (berdasarkan tema) antara orangtua dengan anak dalam al-Qur’an yang tersebar dalam 9 Surat.

Ke-17 dialog tersebut dengan rincian sebagai berikut:
• Dialog antara ayah dengan anaknya (14 kali)
• Dialog antara ibu dan anaknya (2 kali)
• Dialog antara kedua orangtua tanpa nama dengan anaknya (1 kali)

Lihatlah ayah, subhanallah…
Ternyata al-Qur’an ingin memberikan pelajaran. Bahwa untuk melahirkan generasi istimewa seperti yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, harus dengan komposisi seperti di atas.

Jika kita bandingkan, ternyata dialog antara ayah dengan anaknya, lebih banyak daripada dialog antara ibu dengan anaknya. Jauh lebih banyak. Lebih sering. 14 banding 2!

Kalau hari ini banyak muncul ayah ‘bisu’ dalam rumah, inilah salah satu yang menyebabkan munculnya banyak masalah dalam pendidikan generasi.

Sebagian ayah seringkali kehabisan tema pembicaraan dengan anak-anaknya. Sebagian lagi hanya mampu bicara dengan tarik urat alias marah.

Ada lagi yang diaaamm saja, hampir tidak bisa dibedakan saat sedang sariawan atau memang tidak bisa bicara.

Sementara sebagian lagi, irit energi; bicara seperlunya. Ada juga seorang ayah yang saat dia belum selesai bicara sang anak bisa menyela, “Cukup yah, saya bisa lanjutkan pembicaraan ayah.” Saking rutinitas pembicaraannya yang hanya basa basi dan itu-itu saja.

Jika begitu keadaan para ayah, maka pantas hasil generasi ini jauh dari yang diharapkan oleh peradaban Islam yang akan datang. Para ayah selayaknya segera memaksakan diri untuk membuka mulutnya, menggerakkan lisannya, terus menyampaikan pesannya, kisahnya dan dialognya.

Ayah, kembali ke al-Qur’an..
Dialog lengkap, utuh dan panjang lebar di dalam al-Qur’an, hanya dialog ayah kepada anaknya. Bukan dialog ibu dengan anaknya. Yaitu dialog Luqman dengan anaknya. Sebuah nasehat yang lebih berharga bagi seorang anak dari semua fasilitas dan tabungan yang diberikan kepadanya.

Dengan kajian di atas, kita terhindar dari kesalahan pemahaman. Salah, jika ada yang memahami bahwa dialog ibu tidak penting. Jelas sangat penting sekali dialog seorang ibu dengan anaknya.

Pemahaman yang benar adalah, al-Qur’an seakan ingin menyeru kepada semua ayah: ayah, harus rajin berdialog dengan anak. Lebih sering dibanding ibu yang sehari-hari bersama buah hati kalian.

Dan…
Jangan sampai menjadi seorang ayah bisu!

BY:Sarah binti Halil bin Dakhilallah al-Muthiri .

Monday, December 1, 2014

Nasehat

Nasehat Syaikh Aidh Al-Qarni ๐Ÿฏ

๐ŸŒ€0. mulailah harimu dengan sholat fajr dan doa-doa di pagi hari agar kau mendapatkan keberuntungan dan kesuksesan 
๐ŸŒ€1. lanjutkan dengan istighfar agar syetan menghindar darimu 
๐ŸŒ€2. jangan putus berdoa, karena sesungguhnya doa merupakan tali kesuksesan 
๐ŸŒ€3. ingatlah bahwa apapun yg kau katakan akan dicatat oleh malaikat 
๐ŸŒ€4. senantiasalah optimis meskipun engkau dalam puncak kesusahan 
๐ŸŒ€5.bahwa keindahan jari jemari karena ia terikat dengan tasbih
๐ŸŒ€6. jika engkau menghadapi kegelisahan dan berbagai kegundahan maka ucapkanlah "laa ilaaha illallahu"
๐ŸŒ€7.belilah dengan uang dirhammu (berinfaklah) untuk mendapatkan doa orang fakir dan kecintaan orang miskin 
๐ŸŒ€8. sujud panjang dengan khusyuk itu lebih baik daripada istana2 yang megah 
๐ŸŒ€9. berfikirlah sebelum berkata, bisa jadi satu perkataanmu bisa mematikan (menyakiti hati orang)
๐ŸŒ€10.berhati hatilah terhadap doa orang yang didholimi dan air mata orang yang terampas haknya 
๐ŸŒ€11.sebelum engkau membaca buku, koran dan majalah,  bacalah terlebih dahulu AlQur'an
๐ŸŒ€12. jadilah kau sebab bagi keistiqomahan keluargamu 
๐ŸŒ€13.bersungguh - sungguhlah jiwamu melaksanakan ketaatan, karena jiwa manusia itu senantiasa mengajak kepada keburukan 
๐ŸŒ€14.ciumlah telapak tangan kedua orangtuamu, kau pasti mendapatkan keridhoan 
๐ŸŒ€15.baju-baju lamamu merupakan baju baju baru menurut orang orang fakir 
๐ŸŒ€16.janganlah kau marah, karena hidup ini sangat singkat dari yang kau bayangkan 
๐ŸŒ€17.Engkau senantia bersama dzat yang maha kuat maha kaya,  dialah Allah 'azza wa jalla,  
๐ŸŒ€18.jangan kau tutup pintu terkabulnya doa dengan melakukan maksiat 
๐ŸŒ€19.sholat adalah sebaik baik penolongmu dalam menghadapi berbagai musibah dan kelelahan 
๐ŸŒ€20.hindari berburuk sangka, kau akan mendapatkanya ketenangan dan kenyamanan 
๐ŸŒ€21. penyebab dari segala kegundahan adalah berpaling dari ALLAH...

"Barangsiapa tdk peduli terhadap nasib agama brarti dia tdk punya agama. Barangsiapa yg semangatnya tdk berkobar-kobar jika agama Islam ditimpa suatu bencana, maka Islam tdk butuh kpd mereka" (Imam al-Ghazali).